Gambar saya

Minggu, 12 Desember 2010

Alaran mengapa kita bisa merasa malu!

Malu adalah salah
satu emosi
sebagai hasil
penilaian
terhadap diri
sendiri. Selain
malu, emosi yang
muncul dari penilaian terhadap
diri sendiri antara lain adalah
bangga, sombong, bingung dan
rasa bersalah.

Anda harus
menilai dulu apa yang telah Anda
lakukan, baru Anda bisa merasa
malu. Misalnya Anda ketahuan
kencing di celana pada saat
menonton film horor.

Maka lalu
Anda menilai apakah kencing di
celana itu pantas atau tidak. Jika
Anda merasa tidak pantas, maka
Anda mungkin merasa malu.

Rasa malu dan juga rasa bersalah
merupakan emosi yang menjadi
alat kontrol sosial. Adanya malu
dan rasa bersalah mengekang
kita untuk melakukan tindakan-
tindakan yang menimbulkannya.

Nah tindakan-tindakan yang
menimbulkan rasa malu dan
bersalah adalah tindakan yang
tidak sesuai dengan standar.
Jadi, malu dan rasa bersalah
memberikan informasi pada kita
apakah kita telah bertingkah laku
standar atau tidak.

Dalam kehidupan sosial, ada
banyak hal yang tidak bisa
diterima masyarakat. Terdapat
aturan-aturan standar tentang
mana yang baik dan mana yang
tidak baik, ada juga standar
tentang mana yang bagus dan
mana yang jelek.

Standar itu
terentang dari perilaku, cara
berpikir, rupa fisik, tujuan hidup,
sampai gaya hidup. Misalnya
telanjang di muka umum,
selingkuh, menghianati teman,
kumpul kebo, bohong,
berprasangka, bicara jorok di
depan umum, menghina orang,
dan kentut di muka umum
adalah hal yang tidak baik. Kalau
melakukannya maka bisa
menimbulkan malu.

Pendek kata,
malu diakibatkan karena diri
dianggap tidak memenuhi
standar. Mereka yang tidak
memenuhi standar masyarakat
sering dianggap ‘tidak tahu malu’
atau ‘memalukan’.
Sebuah penelitian yang dilakukan
oleh Karl G Heider, pada orang
Minangkabau dan orang Jawa
menunjukkan bahwa rasa malu
ditimbulkan oleh beberapa
situasi yakni, melakukan
kesalahan, tidak mampu
membayar hutang, memiliki
stigma buruk, secara fisik
maupun dalam berpakaian
dianggap jelek, masalah pribadi
diungkapkan kepada banyak
orang, dimarahi atau ketakutan,
dan mengalami kegagalan.

Kontrol sosial di masyarakat
hingga saat ini masih dilakukan
oleh emosi malu. Perasaan malu
telah menjamin norma dan moral
masyarakat ditegakkan. Namun
demikian, seiring perubahan
pola pikir, akan terjadi juga
pergeseran. Misalnya, dulu
bergandengan tangan mesra di
muka umum menimbulkan rasa
malu karena tidak lazim. Namun
saat ini hal itu tidak
menimbulkan malu bagi banyak
orang. Oleh karena itu perilaku
bergandengan tangan mesra
mudah dijumpai dimana-mana.

Lalu misalnya, dulu korupsi
menimbulkan malu, sehingga
orang enggan melakukannya.
Saat ini, banyak orang yang
melakukannya tidak merasa malu
sama sekali. Oleh karena itu
kontrol sosial berupa emosi malu
sudah tidak berlaku lagi untuk
kasus korupsi.

Apa yang membuat malu pada
satu budaya belum tentu
membuat malu pada budaya lain,
tergantung standar masing-
masing budaya. Lalu sebenarnya
apa pengaruh budaya terhadap
emosi? Pengaruh budaya dalam
emosi sangat terlihat hanya
dalam hal memaknai kejadian.

Satu peristiwa boleh jadi akan
menimbulkan marah pada satu
budaya namun tidak pada
budaya lain. Misalnya memegang
kepala pada orang Jawa adalah
hal lazim, namun memegang
kepala pada orang Bugis
dianggap sebagai penghinaan.

Oleh sebab itu orang Jawa tidak
marah, namun orang Bugis
marah. Lalu misalnya, berciuman
bibir dengan kekasih di depan
umum adalah hal lazim di
Amerika. Namun jika itu
dilakukan di Indonesia maka
akan menimbulkan malu.... Kaya situasi akku sekarag ini, lagi malu bget...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Arsip Blog